Sebanyak 2.733 tenaga honorer di Kabupaten Kerinci resmi naik status menjadi PPPK Paruh Waktu, sebuah momen yang sekilas tampak seperti kabar bahagia, lengkap dengan penyerahan Surat Keputusan yang khidmat dan senyum yang difoto dari berbagai sudut. Namun, di balik map SK yang rapi itu, muncul satu pertanyaan sederhana yang terus bergema di lorong kantor dan grup WhatsApp pegawai: sebenarnya, berapa isi dompet PPPK Paruh Waktu?
Menjawab rasa penasaran yang mulai berubah menjadi kegelisahan nasional skala kabupaten, Bupati Kerinci Monadi akhirnya buka suara. Ia meluruskan satu hal penting agar tidak ada yang terlalu tinggi menggantungkan harapan, apalagi membayangkan cicilan rumah langsung lunas. Menurut Monadi, pendapatan PPPK Paruh Waktu bukanlah gaji, melainkan insentif. Artinya, jangan bayangkan slip gaji bulanan ala ASN penuh waktu, karena yang datang hanyalah suntikan semangat versi anggaran barang dan jasa.
Monadi menjelaskan bahwa status paruh waktu memang membawa konsekuensi regulasi. Sumber dananya bukan dari belanja pegawai, sehingga logikanya pun ikut paruh waktu. Pemerintah daerah, katanya, hanya menjalankan aturan yang ada, sambil berharap tidak ada yang kaget setelah membuka rekening.
Soal besaran, Monadi dengan jujur mengakui bahwa insentif ini belum bisa bersahabat dengan Upah Minimum Regional. UMR, kata dia, masih menjadi cita-cita yang harus ditunda, karena kondisi keuangan daerah belum sanggup memeluknya erat. Pemerintah daerah sebenarnya sempat memimpikan angka Rp1 juta per bulan, angka yang terdengar sederhana di telinga, tetapi berubah menjadi mimpi buruk ketika dikalikan ribuan orang dan dua belas bulan.
Hitung-hitungan kasar menunjukkan angka lebih dari Rp60 miliar per tahun, sebuah nominal yang cukup membuat APBD terdiam sejenak dan menarik napas panjang. Akhirnya, demi menjaga kesehatan fiskal daerah sekaligus menjaga mimpi tetap hidup meski setengah jalan, ditetapkanlah angka Rp500 ribu per bulan. Sebuah nominal yang diakui sendiri oleh bupati masih jauh dari kata ideal, namun dianggap paling realistis untuk saat ini.
Keputusan tersebut, menurut Monadi, diambil agar pengangkatan tetap berjalan tanpa membuat anggaran daerah limbung. Soal masa depan PPPK Paruh Waktu, pemerintah daerah masih setia menunggu petunjuk pusat. Apakah nanti berubah menjadi penuh waktu, diperpanjang, atau menemukan nama baru, semuanya masih menunggu kebijakan nasional. Untuk sekarang, para PPPK Paruh Waktu diminta bersabar, bekerja, dan tetap semangat sambil menghitung hari dan insentif.