Lingkungan Disuruh Sembuh Sendiri, Negara Cuma Kirim Surat

Menu Atas

Header Menu

.....

Lingkungan Disuruh Sembuh Sendiri, Negara Cuma Kirim Surat

Senin, 22 Desember 2025

Gambar Berita

Jika sanksi administratif dimaksudkan sebagai obat penyembuh lingkungan, maka kasus dugaan kejahatan lingkungan oleh PT Kerinci Toba Abadi di Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, lebih mirip vitamin palsu: diminum, tapi penyakitnya tetap betah. Hampir setengah tahun berlalu sejak sanksi dijatuhkan, namun alam setempat masih tampak setia menyimpan luka lama—tanpa tanda-tanda perbaikan, apalagi pemulihan.

Di atas kertas, negara terlihat hadir. Sanksi administratif sudah dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Muaro Jambi. Namun di lapangan, negara tampaknya memilih cuti panjang. Tidak ada rehabilitasi yang terlihat, tidak ada upaya pemulihan yang bisa difoto, dan tidak ada rasa urgensi untuk memastikan kewajiban perusahaan benar-benar dilaksanakan. Lingkungan menunggu, sanksi menunggu, publik menunggu—semua menunggu tanpa kepastian.

Lebih menarik lagi, aparat penegak hukum yang sempat memasang garis polisi di lokasi kini justru meninggalkan pertanyaan. Garis itu hadir bak properti sinetron hukum: dipasang untuk adegan pembuka, lalu menghilang sebelum konflik selesai. Alat berat yang disebut sebagai barang bukti juga ikut lenyap tanpa penjelasan resmi, seakan barang bukti punya jadwal cuti sendiri.

Tim investigasi mencatat penanganan perkara ini di tingkat daerah berjalan dengan semangat setengah baterai. DLH Muaro Jambi dinilai tak melakukan langkah komprehensif dan transparan. Hasil uji laboratorium dugaan pencemaran—yang seharusnya menjadi kunci utama untuk menentukan tingkat kerusakan dan potensi pidana—tak pernah diumumkan ke publik. Dalam dunia penegakan lingkungan, data ilmiah justru diperlakukan seperti rahasia negara.

Komunikasi elektronik antara tim investigasi dan Kepala DLH menyebutkan bahwa pihak dinas menilai pemilik kolam telah melakukan pemulihan dan menghentikan aktivitas. Klaim ini terdengar menenangkan—hingga dibandingkan dengan fakta lapangan yang menunjukkan kondisi nyaris tak berubah. Lingkungan tetap rusak, kolam tetap bermasalah, dan publik tetap bingung.

Kasus ini pun menjadi etalase praktik penegakan hukum yang penuh paradoks: sanksi ada, pemulihan nihil; garis polisi dipasang, barang bukti menghilang; klaim resmi optimistis, kenyataan di lapangan pesimistis. Jika begini caranya, lingkungan bukan hanya rusak oleh aktivitas industri, tetapi juga oleh ketidakseriusan negara dalam menepati janji pemulihan.