Putusnya koneksi internet di sebuah rumah mengakibatkan kejadian luar biasa yang jarang tercatat dalam sejarah modern: seorang remaja terpaksa mengobrol langsung dengan orang tuanya. Insiden ini terjadi tanpa peringatan, diawali dengan ikon WiFi yang mendadak berubah menjadi tanda seru, lalu disusul keheningan digital yang mencekam.
Awalnya, remaja tersebut masih berharap ini hanya gangguan sesaat. Ia menunggu dengan penuh kesabaran selama tiga menit, lalu lima menit, sambil menatap layar ponsel seperti menatap jodoh yang tak kunjung membalas pesan. Namun ketika aplikasi tak kunjung memuat dan video berhenti di detik ke-3, realitas pahit pun diterima: internet benar-benar putus.
Dalam kondisi darurat itu, ia mulai melihat sekeliling rumah. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia menyadari bahwa ada dua manusia dewasa di ruang tamu yang selama ini hanya dikenal sebagai penyedia WiFi dan uang jajan. Tanpa pilihan lain, ia pun duduk dan mengeluarkan kalimat pembuka paling netral yang bisa ditemukan, "Lagi ngapain?"
Orang tua yang terkejut sempat mengira anaknya sedang butuh sesuatu yang besar, mungkin uang atau izin keluar. Namun percakapan justru berlanjut. Pertanyaan demi pertanyaan muncul, mulai dari sekolah, teman, hingga rencana masa depan. Sang remaja menjawab dengan hati-hati, seolah sedang mengisi ujian lisan mendadak tanpa kisi-kisi.
Situasi semakin canggung ketika orang tua mulai bercerita balik. Kisah masa muda, perjuangan hidup, dan harga mi instan zaman dulu mengalir tanpa filter. Remaja itu mendengarkan dengan ekspresi kosong, sambil sesekali mengangguk, berharap internet segera pulih dan menyelamatkannya dari dialog tatap muka berkepanjangan.
Menit demi menit berlalu, dan keajaiban pun terjadi. Obrolan mulai terasa… normal. Bahkan sesekali muncul tawa kecil. Remaja tersebut menemukan fakta mengejutkan bahwa orang tuanya bisa bercanda dan punya cerita menarik, meski tanpa efek suara notifikasi.
Namun euforia itu tak berlangsung lama. Begitu koneksi internet kembali menyala, percakapan langsung berakhir secara alami. Remaja kembali menunduk menatap layar, orang tua kembali ke aktivitas masing-masing, dan rumah pun kembali ke ekosistem semula.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa di balik sinyal dan paket data, masih ada hubungan manusia yang bisa terhubung secara manual. Meski begitu, para remaja berharap kejadian serupa tidak terulang terlalu sering, karena ngobrol langsung tanpa buffering ternyata cukup menguras mental.